KEBUMI dan GreenFaith Indonesia Gelar Seminar Kolaboratif di RSU UM Cirebon

0
298

ghostwhite-elephant-104947.hostingersite.com, Cirebon  – Perubahan iklim kini bukan hanya isu lingkungan semata, melainkan juga ancaman serius bagi kesehatan masyarakat. Dampaknya terasa nyata, mulai dari meningkatnya penyakit akibat suhu panas, gangguan pernapasan akibat kualitas udara yang buruk, hingga munculnya kembali penyakit menular yang seharusnya telah terkendali.

Menjawab tantangan ini, KEBUMI dan GreenFaith Indonesia didukung oleh Majelis Pembina Kesehatan Umum (MPKU) Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Jawa Barat dan Rumah Sakit Umum (RSU) Universitas Muhammadiyah Cirebon, menghelat seminar bertajuk “Health Sustainability, Climate Crisis & Clean Energy Transition”. Acara yang dilaksanakan pada Sabtu (21/12/24) di RSU Universitas Muhammadiyah Cirebon ini, menghadirkan praktisi, pejabat pemangku kepentingan, ulama, hingga aktivis lingkungan untuk membahas solusi kesehatan dan keberlanjutan lingkungan melalui kolaborasi lintas sektor.

Dalam pembukaan seminar, dr. Asad Suyudi, Direktur RSU Universitas Muhammadiyah Cirebon, menyampaikan pentingnya kolaborasi dalam menghadapi krisis iklim. “Perubahan iklim bukan hanya krisis lingkungan, tetapi juga ancaman nyata bagi kehidupan manusia. Dalam Islam, menjaga kesehatan dan lingkungan adalah bagian dari iman, sebagaimana diajarkan dalam Al-Qur’an Al-A’raf ayat 56. Mari kita bersama-sama mewujudkan kolaborasi ini demi kebaikan masyarakat,” ungkapnya.

KEBUMI dan GreenFaith Indonesia Gelar Seminar Kolaboratif di RSU UM Cirebon CirebonMU
dr. Asad Suyudi, Direktur RSU Universitas Muhammadiyah Cirebon

Dokter Suherman dari Indonesian Health Promoting Hospitals Network (IHPH-Net) menambahkan bahwa rumah sakit perlu menjadi pelopor perubahan. Dengan menerapkan konsep Healthy Workplace dan Green Hospital yang diusung WHO, rumah sakit dapat memimpin upaya mitigasi melalui pengelolaan energi, limbah, dan sumber daya secara lebih berkelanjutan. “Kita memiliki kapasitas untuk mengedukasi masyarakat dan mendorong aksi nyata dalam menghadapi tantangan perubahan iklim ini,” katanya.

Cirebon menghadapi dua isu strategis utama: pencemaran udara dari PLTU berbahan bakar batu bara dan pengelolaan sampah. Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Cirebon, Fifi Erneti, menjelaskan bahwa wilayah ini menghasilkan sekitar 1.200 ton sampah per hari, sementara musim kemarau sering kali menyebabkan kekurangan air bersih. “Krisis iklim telah memengaruhi tanah, air, dan udara kita. Polusi udara dari kendaraan dan industri memperburuk kualitas lingkungan, sehingga gerakan peduli lingkungan hidup harus menjadi budaya bersama,” tegasnya.

Dokter Raynaldy Budhy Prabowo, Program Manager KEBUMI, menyoroti fakta bahwa limbah rumah sakit, sebagian besar berupa plastik, serta konsumsi listrik yang tinggi menjadi penyumbang utama emisi karbon. “Kalau kita ingin masyarakat sehat, planet ini juga harus sehat. Sektor kesehatan tidak bisa hanya fokus pada perawatan, tetapi juga harus proaktif dalam edukasi dan pencegahan,” jelasnya.

KEBUMI memaparkan hasil pengukuran kualitas udara di sekitar PLTU Cirebon yang dilakukan melalui alat Air Monitor. Data menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5 sering kali melebihi batas aman yang ditetapkan BMKG, terutama pada sore hari. Selain itu, tingkat CO2 juga mendekati batas paparan yang diizinkan oleh Occupational Safety and Health Administration (OSHA).

KEBUMI dan GreenFaith Indonesia Gelar Seminar Kolaboratif di RSU UM Cirebon CirebonMU
Dokter Raynaldy Budhy Prabowo, Program Manager KEBUMI

“Pemantauan ini menjadi langkah penting untuk menyediakan data berbasis bukti sebagai dasar advokasi kepada pemerintah. Dengan data ini, kita bisa mendorong kebijakan yang mendukung lingkungan sehat dan mempercepat transisi energi terbarukan,” ujar Ricka Ayu Virga Ningrum, Project Manager for Health & Environment Advocacy KEBUMI.

Data ini juga memperkuat temuan WALHI Jawa Barat yang menyebutkan bahwa pencemaran udara dari PLTU telah menyebabkan gangguan kesehatan serius dan kerusakan ekosistem laut.

Selain dampak lingkungan, keberadaan PLTU batu bara juga memicu permasalahan sosial. Konflik antarwarga, intimidasi terhadap mereka yang menolak pembangunan PLTU, hingga kriminalisasi aktivis menjadi isu yang mengemuka.

“Biaya operasional yang meningkat akibat pencemaran telah menyebabkan banyak nelayan kehilangan pekerjaan. Situasi ini menciptakan efek domino berupa peningkatan pengangguran dan masalah sosial lainnya, termasuk kriminalitas dan perubahan budaya lokal,” ungkap Wahyudin Iwang, Direktur WALHI Jawa Barat.

KEBUMI dan GreenFaith Indonesia Gelar Seminar Kolaboratif di RSU UM Cirebon CirebonMU
Parid Ridwanuddin dari GreenFaith Indonesia

Dalam penutupan seminar, Parid Ridwanuddin dari GreenFaith Indonesia menyampaikan bahwa transisi energi tidak hanya menjadi kewajiban lingkungan, tetapi juga tanggung jawab iman. “Islam mengajarkan prinsip mencegah kerusakan sebagai prioritas. Transisi energi berkeadilan adalah amanah moral yang harus diwujudkan demi menjaga keberlanjutan hidup di bumi,” ujarnya.

Seminar ini membuktikan bahwa kolaborasi lintas sektor merupakan kunci untuk menghadapi tantangan perubahan iklim. Melibatkan tenaga kesehatan, pemerintah, organisasi lingkungan, dan komunitas berbasis agama, diskusi ini menjadi langkah awal menuju sistem kesehatan yang lebih ramah lingkungan dan responsif terhadap krisis iklim.

Dengan sinergi dan komitmen bersama, diharapkan langkah-langkah nyata yang dimulai di Cirebon dapat menjadi inspirasi bagi daerah lain. Masa depan yang lebih sehat dan berkelanjutan tidak lagi sekadar mimpi, tetapi tujuan bersama yang harus segera diwujudkan.(CM)

Sumber : Greenfaith Indonesia dan KEBUMI

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini